INDONESIA BUTUH “PURBAYA” DI SEKTOR UMKM

Nasional

Jakarta, — 18 November 2025

BUSERBHAYANGKARANEWS, Jakarta – Di tengah gejolak sektor keuangan nasional, publik dikejutkan oleh munculnya energi baru dalam tubuh pemerintah. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam beberapa pekan terakhir menunjukkan gaya kepemimpinan yang jarang terlihat: tegas, berbasis data, dan berani mengambil risiko. Langkahnya menggelontorkan likuiditas Rp200 triliun untuk mendorong kredit perbankan memberi sinyal kuat bahwa negara serius memperbaiki fondasi ekonomi.

Namun pertanyaan besar pun muncul: mengapa energi kepemimpinan seperti itu tidak terlihat di sektor UMKM?
Padahal UMKM adalah tulang punggung ekonomi—menyumbang 61% PDB, menyerap 97% tenaga kerja, dan menjadi sumber nafkah mayoritas rumah tangga di Indonesia.

Program Banyak, Terobosan Minim

Selama bertahun-tahun, kebijakan UMKM cenderung berkutat pada program kecil seperti pelatihan, pendampingan, pameran, dan bantuan peralatan. Semua itu penting, tetapi belum menghadirkan perubahan struktural yang dibutuhkan. Sektor besar ini dikelola dengan pendekatan yang terlalu administratif dan konservatif.

Menurut para pengamat, Indonesia membutuhkan “roh Purbaya” di Kementerian UMKM—bukan sekadar mengganti orang, tetapi menghadirkan model kepemimpinan teknokratis dan berorientasi hasil.

Butuh Shock Therapy Struktural

Terdapat tiga beban utama yang menghambat UMKM:

1. Akses pembiayaan terjangkau

2. Akses pasar yang adil

3. Dominasi oligopoli di sektor ritel dan distribusi

Semua ini membutuhkan keberanian politik dan kapasitas teknis dari seorang pemimpin yang mampu:

memaksa perbankan menyalurkan kredit tanpa praktik birokrasi berlebih,

menegakkan aturan terhadap platform digital dan ritel modern agar menyediakan ruang adil bagi produk UMKM,

melakukan audit besar-besaran terhadap kebijakan koperasi dan lembaga pembiayaan untuk mencegah kebocoran dan ketidaktepatan sasaran.

“UMKM membutuhkan lompatan struktural, bukan sekadar program kecil yang aman secara politik,” demikian pernyataan yang berkembang dari kalangan pemerhati ekonomi rakyat.

Keberanian Berbasis Data

Keberanian mengambil kebijakan tidak populer juga menjadi tuntutan. Hal ini meliputi:

penghapusan biaya yang membebani pelaku usaha kecil,

pemberlakuan kuota rak UMKM di ritel modern,

pembatasan termin pembayaran agar tidak merugikan pelaku kecil,

transparansi rantai pasok yang wajib diterapkan.

Energi teknokrat yang berani seperti yang ditunjukkan Purbaya diyakini akan diterima publik, selama tujuannya jelas dan basis datanya kuat.

Dari Imbauan ke Eksekusi

Selama ini, banyak kebijakan UMKM hanya bersifat imbauan: “mendorong,” “mengajak,” “mengupayakan.” Padahal posisi UMKM dalam rantai pasar bersifat asimetris dan tidak cukup diselesaikan lewat moral suasion.

Diperlukan pemimpin yang:

memerintahkan audit,

menerapkan insentif–disinsentif,

mengubah pasar melalui aturan yang kuat.

Energi semacam inilah yang membuat publik melihat bahwa Purbaya “menggerakkan negara,” bukan hanya menjalankan kementerian.

Butuh Sosok Bertipe Purbaya

Indonesia tidak kekurangan pelaku UMKM yang ulet dan inovatif; yang kurang adalah keberanian negara bertarung untuk mereka. Jika sektor keuangan bisa direformasi dalam hitungan minggu, mengapa sektor UMKM tidak bisa?

Saat ini, UMKM membutuhkan pemimpin bertipe Purbaya—pemimpin yang:

tidak takut konflik,

berorientasi hasil,

siap mengubah ekosistem secara nyata, bukan simbolik.

Tanpa keberanian seperti ini, UMKM berisiko selamanya menjadi slogan besar dengan hasil kecil. Dengan keberanian seperti itu, UMKM dapat menjadi kekuatan ekonomi yang mengangkat kesejahteraan rakyat dan membawa Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.

Riskal Arief
Pengurus DPP Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia Perjuangan

(Jack A. S)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *